Aku dan Transportasi: Sebuah Cerita di Bawah Langit Jakarta
Langit Jakarta yang berwarna abu-abu membuat suasana hati menjadi sendu. Seperti mendengarkan sebuah lagu. Begitulah gambaran sedikit tentang luangnya waktu ketika berpergian menggunakan transportasi umum di Jakarta.
Berpergian dalam kota Jakarta, memang bisa memakan waktu yang lama. Paling sebentar bisa sampai 15 menit untuk sampai ke tempat tujuan. Belum lagi, jalanan yang penuh sesak, pekatnya polusi udara, penuh hiruk pikuk manusia, dan ternyata juga berdampak pada kesehatan mental kita.
Pernah membaca artikel berita yang menunjukan Jakarta sebagai kota yang tergolong tingkat stres tinggi. Posisinya berada di nomor 18 jika disandingkan dengan kota besar lainnya di dunia. Hmm, wajar bila hati warga Jakarta bisa jadi gundah gulana akibat tekanan hidup di Jakarta seperti yang kusebutkan tadi. Termasuk, saya sendiri ikut merasakannya sebagai warga Jakarta.
Bila menyinggung sedikit soal Kebijakan Pemerintah tentang pengaturan macet dan sebagainya ini sebenarnya sudah ada ya, dengan upaya menyediakan layanan Transjakarta dan yang terbaru adalah MRT. Adanya moda transportasi yang baru ini bisa menjadi alternatif bagi warga ibukota untuk melancarkan aktivitasnya di tengah kota.
Angkutan baru ini bisa mengantarkan penumpang dengan rute Lebak Bulus sampai Bundaran HI hanya dengan 20 menit saja. Hal ini membawa angin segar untuk warga Jakarta kan? Tak heran, angkutan ini mendapatkan sambutan yang luar biasa pada operasi pertamanya. Termasuk aku.
Sejak bulan Maret, aku beralih menggunakan jasa MRT untuk berpergian ke kantorku yang lokasinya di pusat kota. Meskipun, sejak Oktober aku lebih sering menggunakan moda angkutan lain karena tujuannya berbeda.
Di sini, aku tidak akan mengulas bagaimana pelayanan angkutan ini. Pelayanannya bagus kalo menurut aku pribadi. Nah, karena di MRT itu ada aturan ngga bisa makan dan minum, barulah kisah ini dimulai, tentang bagaimana cara mengisi waktu luang di angkutan umum.
Mengisi Luangnya Waktu di Angkutan Umum
Kesan suram yang disematkan pada angkutan umum ini mungkin cukup sulit dihilangkan. Faktor budaya terlalu berbicara banyak di sini. Namun, sekarang kesan suram ini perlahan berkurang dengan peningkatan kenyamanan penumpang. Saking nyamannya, penumpang tak perlu risau kehilangan barang berharga dengan tidur nyenyak.
Iya, sebagian orang yang pulang bekerja ada yang memilih untuk tidur. Ada pula yang memilih mengobrol dengan kerabatnya, bila mereka pulang bersama rekan yang rumahnya searah.
Lalu, bagaimana yang berpergian sendiri?
Kegiatan yang lumrah dilakukan dalam angkutan umum itu bisa chatting sama temen gitu. Ada juga menyetel lagu kesukaan, mendengarkan podcast, atau bisa juga siaran radio favorit. Ada pula yang memilih untuk membaca berita atau buku secara digital. Dan, jika rajin, ada juga yang membaca buku fisik. Bahkan ada juga yang memilih bekerja dengan laptopnya di perjalanan. Ada juga yang memilih buat belajar untuk ulangan esok hari. Semua kegiatan ini bisa dilakukan di dalam angkutan umum.
Bisa jadi dua skema sih, kalau misalnya angkutannya penuh, bisa dengerin musik atau podcast, baca berita di handphone atau bisa juga main games. Kalau kosong, ya bebas deh mau main bola juga boleh.
Oke, yang kedua itu bercanda ya.
Namun, tak jarang juga rasa bosan melanda, semua kegiatan tadi pun tidak dilakukan. Alhasil, melamun menjadi pilihan. Sambil memandangi sisi kota dari sudut kaca. Kadang kalau beruntung, bisa menggunakan waktu luang untuk berfoto, yang kemudian bisa diunggah ke akun media sosial kesayangan.
Mungkin mengambil sudut menarik dalam foto itu diperlukan momentum sendiri. Tapi, ini adalah aktivitas yang aku lakukan jika berpergian secara reguler dengan angkutan umum.
Mulanya iseng karena sering melamun memandangi langit sambil menunggu ojek online. Iya, kebiasaan commuting dengan beragam transportasi ini sudah lumrah aku lakukan. Karena tidak ada rekan yang searah rumahnya (jika dari kantor), aku memilih mendengarkan lagu dan memandangi langit.
Lalu, tak sengaja untuk bikin konten di media sosial berupa jepretan gambar langit, yang kemudian diselipkan lagu yang kudengar saat itu. Kegiatan ini lumayan menghiburku dan juga membuat isi feeds jadi bagus. Jika sedang lowong, potongan gambar ini bisa aku selipkan hasil refleksiku pada suatu hal yang aku dengar atau aku pelajari.
Tapi, berhubung lagu yang diputar adalah lagu-lagu yang sendu. Kemudian, baru pulang di jalan pada malam hari, maka konten-konten galau pun bertebaran dalam akun media sosial milikku. Jadi, kegabutanku ini membuatku mengetahui alter-ego dari diriku sendiri.
Kegiatan yang kulakukan ini semacam membuat bentuk journaling ya.
Hal seperti itu sering aku lakukan ketika berada transportasi umum. Iya, kalau perginya sendirian. Lagipula, kendaraan umum pun bisa menjadi teman untuk bercerita juga. Sebenarnya bisa juga sih buat gambar-gambar, atau sebebasnya, itu tergantung lagi ke diri kalian pribadi.
Kala hati terasa mulai sendu, itulah pertanda kita mulai rehat. Namun sayang, perjalanan ke rumah masih panjang. Makanya, cara bercerita ini bisa diterapkan sebagai cara pelepas stres setelah bekerja atau beraktivitas seharian di ibukota. Itu seperti yang dikatakan oleh salah seorang psikolog yang kutemui.
Kemudian, kebiasaan mengisi waktu luang itu terbawa saat aku beralih menggunakan bus. Ya, karena jangkauan kereta masih terbatas, pilihan lainnya itu bus kota. Tarifnya hanya 3.500 dan ber-AC pula. Kadang ada juga yang gratis. Jika kembalinya malam, bus ini masih beroperasi sampai jam 10 malam. Cukup nyaman, walaupun belum seperti rumah.
Oke, lanjut ke cerita tentang kebiasaan.
Di saat orang lain memilih untuk tidur dan bermain gadget saja. Aku memilih untuk melanjutkan membuat jurnal di bus. Kadang, aku juga membawa buku buat dibaca sembari menunggu sampai ke tempat tujuan. Kalau bosan membaca, pilihan lainnya adalah mendengarkan podcast. Lumayan jikalau kejebak macet, bisa mendengarkan podcast yang berdurasi 30 menit lebih. Daripada merasa sebal karena kejebak macet, lebih baik dialihkan ke kegiatan lain.
Nah, kalau misalnya perginya naik motor. Aku tidak menyarankan untuk melakukannya dengan alasan keselamatan. Tapi, kalau jadi penumpang, bisa kayanya untuk mendengarkan lagu sambil memandangi gedung kantor dan langit yang berpolusi. Jangan lupa pakai maskernya ya.
Hmm, udah lumayan nyaman menggunakan transportasi umum di Jakarta, lalu mengapa masih ada orang yang enggan untuk berpergian pakai transportasi umum?
Ini aku coba ulas ya, diambil dari beberapa sumber.
Dari segi angkutan massal yang sudah tersedia saat ini sudah memiliki kapasitas yang cukup untuk membawa penumpang setiap hari. Sekarang di Jakarta, angkutan umumnya sudah menerapkan sistem terintegrasi. Dengan membayar tarif sekian, tapi bisa berpindah-pindah angkutan. Angkutan yang tersedia kini pun sudah beragam, mulai angkot, bus, bahkan sampai kereta. Tapi, mengapa peralihan ini belum ada?
Alasan yang pertama adalah kenyamanan dan keamanan. Iya ada beberapa isu yang serius terjadi dalam angkutan umum sih. Terus, buat kelas tertentu, menggunakan mobil dan motor masih menjadi pilihan.
Alasan kedua adalah integrasinya belum maksimal. Iya, memang butuh waktu dan belum semua wilayah dijangkau. Tapi, sekarang baru diterapkan angkutan umum kota yang terintegrasi dengan bus. Dan ada juga alasan ini, tempat tinggal yang tidak berdekatan dengan akses transportasi umum. Coba deh, wahai jiwa jiwa rebahannya dikurangi deh karena mungkin akses yang diberikan sudah ada, emang dasar kitanya aja yang malas. Ini susahnya.
Alasan ketiga adalah soal ongkos. Tarifnya terbilang relatif murah bila dibandingkan harga tenaga dan bensin yang terbuang berjam-jam di jalanan raya.
Dan masih banyak alasan lainnya ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan pihak lainnya. Intinya, belum semua orang berminat untuk berpindah kendaraan dari umum ke pribadi.
Terus, solusinya gimana? Coba kita renungkan ini bareng-bareng aja ya.
Begitulah kisah tentang mengisi waktu luang di dalam kendaraan umum. Mungkin saja ini bisa memberikan sudut pandang lain tentang angkutan umum itu sendiri.
Memang tinggal di ibukota, pastinya namanya rebutan kursi di angkutan umum, berdesak-desakkan, dan menunggu waktu berjam-jam buat dapet angkutannya, atau kisah horor lainnya itu biasa terjadi. Karena fokus kita pada cerita ini, kita terlupa sebenarnya ada hal lain yang bisa kita lakukan, ya bisa bahagia ketika menempuh perjalanan dengan angkutan umum.
Apakah ada juga yang punya kisah menarik mengisi kegabutan di angkutan umum?
Dan, apakah siap untuk beralih ke moda transportasi umum?