Aku dan Mickey Mouse: Kejadian Lucu Untuk Lulus

Syora Alya Eka Putri
11 min readJan 6, 2020

--

Hmm, dari judul saja. Siapa sih yang ngga kenal sama Mickey Mouse? Si tikus yang menjadi andalan nomor satu bagi Walt Disney Company. Ya, Mickey Mouse didaulat sebagai maskot itu merujuk pada kisah heroiknya menyelamatkan Disney dari kebangkrutan pasca lepas dari Universal Studios.

Tapi, ada kisah unik, yang aneh namun juga nyata. Kala Mickey Mouse digunakan sebagai sebuah studi yang cukup serius dan menyelamatkan seorang perempuan untuk bisa lulus dari kampusnya. Kampusnya bisa dikatakan cukup terkemuka di negerinya. Dan, orang tersebut adalah penulis sendiri.

Namanya juga cerita, pasti punya permulaannya sendiri. Biar lebih enak bacanya, mending penulis kasih tahu aja ya pesannya: tentang makna apa yang disukai dan bagaimana dampaknya dalam hidup kita.

Singkat cerita, penulis sebenarnya memiliki utang buat menulis buku. Tentang perjalanan menulis tugas akhir yang unik ini. Lebih lengkapnya sudah diceritakan pada salah satu akun bercerita di Instagram, namanya @manusiaui.

Oke, bagaimana kisah aneh ini bermula?

Penulis lupa kronologis lengkapnya. Jadi, saat itu menuju ke rumah, menaiki ojek online. Terbayang apa yang akan ditulis untuk studi akhir nanti. Banyak hal-hal yang terdekat dari diri itu ingin rasanya ditulis. Namanya, anak muda. Saking banyaknya, kepala rasanya pening.

Iya, sederhananya. Pikiran sedang bingung, tapi keyakinan ingin lulus tujuh semester pun mengebu-gebu. Oh, itu lucu juga buat diulas kembali.

Lalu, seketika aku berdoa, “Ya Tuhan, apa yang harus dibuat ya?”

Doa itu ternyata dikabulkan dengan cepatnya. Di perjalanan, penulis melihat ada Mickey Mouse yang terpajang di pinggir jalan. Bentuknya sih kasur, bukan badut seperti yang dipikirkan. Sejenak, penulis mengabadikan ide cemerlang itu kedalam catatan yang ada dalam ponsel pintarnya. Waktu menemukan ide ini sekitar satu semester sebelum tingkat keempat.

Kemudian, ide tersebut hanya berisi gambaran besarnya saja. “Mungkin, Mickey Mouse dapat diangkat sebagai fenomena sosial, karena dia maskotnya perusahaan paling kapitalis, Disney.” begitu pikir penulis.

Sebelum menulis Mickey Mouse, penulis sebenarnya ingin mengemukakan tulisan mengenai pariwisata di Indonesia, yang tak lupa dikaitkan dengan teori sosial. Sayangnya, dengan pertimbangan untuk tidak memungkinkan pergi sendirian guna meneliti, akhirnya Mickey Mouse itu yang terpilih. Alasannya kala itu yang penulis jelaskan pada orang lain adalah karena datanya mudah diakses. Sesederhana itu.

Padahal, teman temannya merasa kesulitan untuk mencari ide tulisan skripsi. Ini tulisan yang sudah dikumpulkan dan dikembangkan saat kuliah langsung dibuang. Namun, tulisan ini berakhir pada karya untuk memenuhi syarat lomba mahasiswa berprestasi.

Oke, lanjut ya.

Terus, ide tulisan ini dibangun melalui proses yang panjang. Sepanjang jalur lomba lari Marathon, bahkan lebih dari itu. Mulanya, sama dari garis start, penulis memberanikan diri untuk berdialog dengan salah seorang profesor. Intinya, beliau bertanya seperti ini,

“Kamu nanti mau nulis skripsinya tentang apa?”

Aku menjawab, “Disney, Prof.”

“Mau lihat tentang apanya?”

Aku menjawab lagi, “Tentang Maskotnya, Prof. Kayanya menarik dibahas dari sisi bagaimana maskot bisa membangun perusahaan besar.”

Perbincangan pun terus mengalir, mungkin karena topiknya cukup unik. Hmm, kreatif juga pikiranku ini.

Tak puas bertanya pada satu orang, aku bertanya kepada kakak senior, pada dosen, pada teman, dan yang jelas tak bertanya pada rumput yang bergoyang. Intinya, aku mendapatkan jawaban yang kurang lebih sama, ya menarik. Aku pun berpikir untuk serius menggarapnya, meskipun topiknya cukup lucu untuk didiskusikan ya. Keberanianku pun bertumbuh untuk bisa menjelaskan apa yang ingin aku tulis, “Iya, saya ingin meneliti tentang Mickey Mouse. Saya kenal dia dari kecil. Saya yakin kalo tulisan ini bakal jadi.”

Kemudian, semester pun bertambah. Proses penulisan dimulai. Tak lupa saat itu, lagu Remember Me — soundtrack lagu Coco, film buatan Pixar yang hits pada tahun 2017 — menemaniku kala sebait demi sebait tertuang dalam kertas (baca: Microsoft Word).

Tahun baru, 2018. Waktu telah menunjukan bahwa aku memasuki tahun keempat. Rencananya ingin tamat 3.5 tahun, menulis tugas akhir non skripsi, dengan alasan sudah lelah buat kuliah di semester delapan. Tapi, lucunya sekarang kuliah lagi S2 lol.

Skip.

Langkahku menjadi semakin serius kala mendapatkan satu mata kuliah yang mewajibkan mahasiswanya untuk membuat proposal. Kebetulan dosen pengampunya yang visioner, singkat pesannya ia ingin kalau proposal itu bisa digunakan sebagai proposal tugas akhir.

Karena kesannya serius, rasanya agak buang waktu kalo tidak digunakan. Alhasil, pada hari pertama perkuliahan matkul tersebut, aku pun menyampaikan keinginanku buat menulis Mickey Mouse. Tentu saja, sehari sebelumnya, aku telah mengumpulkan data-data di internet yang sudah di-bookmark dan ringkasan teori yang akan digunakan.

“Aku mau nulis Mickey Mouse ya,” ujarku lantang.

Sontak respon yang lain agak terkejut-kejut dan terheran-heran. Ya jelas saja, itu sangat aneh.

Dosenku hanya tersenyum, dan berkata, “ya, lanjutkan.”

Waktu demi waktu.

Proposal itu dibangun dari bab pertama dan juga abstraknya. Ketika hasil revisi tugas pertama diberikan, Merah semua, penuh coretan, dan juga makian. Hati rasanya hancur. Tapi, harus berusaha bangkit. Oke, karena masih penasaran, dosenku memberikan kesempatan untuk konsultasi.

Hmm, namanya mahasiswa paling malas untuk melakukan hal ini. Namun, demi tugas yang selesai, rasanya hal ngga menyenangkan itu harus dilakukan. Dengan rasa lelah, ku memanfaatkan kesempatan tersebut. Terus berdiskusi, sampai hasil revisi kedua dibagikan hasilnya cukup membuatku tersenyum. Namaku dipanggil kedepan saat kelas sebagai contoh.

Aku berpikir ini sungguh aneh.

Mungkin ada gunanya menahan rasa malu, ya malu karena diremehkan awalnya, demi mendapatkan hal yang sepantasnya.

Lalu, aku diminta menjelaskan tentang proses apa yang ku lakukan. Aku hanya ingin selesai, jadi proposal bab 1 itu ku tulis se to the point itu. Berbekal pengetahuan yang diberikan saat konsultasi itu, membuatku bisa tertidur cukup pulas.

Sampai dosenku berkata, “Kamu tinggal selesain bagian permasalahan. Kamu tinggal tidur semester depan.”

Iya, waktu itu aku tertawa. Menertawakan betapa nggak mungkinnya hal itu terjadi. Tapi, apa yang terjadi selanjutnya?

Aku selesaikan bagian yang diminta untuk dibuat lebih jelas. Begitu ya rumusan menulis ilmiah, harus langsung pada intinya. Tantangan tersebut aku selesaikan. Singkat cerita, proposal itu selesai sampai Bab 3. Karena sudah selesai, aku gunakan untuk dipakai pada mata kuliah berikutnya, namanya Seminar Tugas Akhir.

Di sini, aku mau ngasih tips, kalau kamu mau enak tugasnya dicicil. Prinsipku sebenarnya gampang, kalau misalnya idenya disetujui dari awal jangan ditinggalkan, dan harus diselesaikan sampai tuntas. Karena untuk bikin skripsi, syaratnya mudah, hanya sampai selesai.

Oke, aku sudah punya kerangka datanya dan punya proposalnya. Yang belum aku punya adalah pembimbingnya. Kemudian, aku dipertemukan dengan dosen yang jadi pembimbing. Sebelumnya, aku telah berdiskusi dengannya, sampai akhirnya beliau setuju dan berkata, “lanjutkan, tunggu apalagi.”

Hmm, oke. Harusnya aku senang mendengar hal ini, tapi aku masih belum puas. Aku berkata, “Pengen deh dibaca sama Disney. Gimana ya caranya?”

Lantas beliau pun menyambutnya dengan, “Tulislah jurnal internasional, nak.” Aku terdiam. Otomatis, kami berdua berdialog dengan bahasa Inggris. Kebetulan dosen pembimbingku, seorang Profesor. Hanya bukan Profesor yang ku temui pertama kali kala ingin menulis tugas akhir ini.

“Kamu selesaikan awal September ini. Lalu, kita coba publikasi.” salah satu pesan beliau.

Kemudian, aku melaksanakan apa yang dosenku suruh. Aku cari jurnal yang jadi tempat publikasi, aku ubah bentuk proposal menjadi bentuk jurnal dari hari pertama sampai satu minggu kedepan. Oh, ternyata prosesnya tidaklah mudah.

Pertama, aku harus melawan rasa malas.

Kedua, aku harus membuat tulisan dalam bentuk bahasa Indonesia dan kerangkanya.

Ketiga, kembali mengumpulkan niat.

Keempat, kembali lagi menulis. Dengan bahasa Inggris.

Waktu yang dibutuhkan: kurang lebih 14 hari. Sampai dengan kesimpulan.

Ternyata, menulis ilmiah juga dibutuhkan target yang jelas. Apa yang harus dicapai, dan seterusnya. Terbukti, tulisan yang sangat susah dibuat itu bisa juga jadi. Meskipun, nafas tinggal separuh karenanya.

Aku tak bisa tidur, sampai kata ok keluar dari dosen pembimbingku.

Ternyata juga, kita dalam menyelesaikan tugas akhir membutuhkan orang yang lebih ambisius dari kita, supaya tugasnya kelar bahkan sebelum waktunya.

Sejenak aku teringat dengan kalimat dosenku yang tadi, akhirnya aku bisa tertidur selama satu semester. Hanya menunggu jadwal sidang saja.

Ini adalah proses yang sangat tidak masuk akal. Itu yang ada dalam pikiranku sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Lalu, apakah cerita tersebut berakhir?

Tentu saja tidak. Kisah unik ini akan ku bagi jadi beberapa bagian, mulai dari jadi perguncingan tetangga, memotivasi orang lain, masuk konferensi iseng-iseng, sampai impian menjadi Brand Ambassor Disney yang tak kunjung terwujud.

Bagian satu: Pergunjingan Tetangga

Menjadi berhasil, tentunya berbuah pada momok tersendiri. Selesainya membuat tugas akhir, bukan rasa senang yang kudapat, melainkan sebaliknya. Berlebihan, ada dua sisi yang saat itu kurasakan, yaitu ada yang bangga dan ada juga yang menjatuhkan.

Rasanya mengerjakan tugas akhir ini seperti langkah kecil untuk pendewasaan diri. Kala itu, ada yang terlalu berbangga hingga aku merasa tak nyaman karena keberhasilanku sendiri. Perbincangan tentangku itu karena keajaiban tersebut membuat namaku terus-menerus terdengar. Aku bahkan sampai tak sanggup untuk sekedar hadir di kampus. Untunglah, ada profesional yang membantuku (kapan-kapan kita cerita soal ini ya).

Sama juga sikapku pada respon yang menjatuhkanku itu. Aku berpikir pasti nggak bisa menyenangkan semua orang. Aku lagi-lagi kebingungan sendiri, dan untunglah ada profesional dari kampusku yang membantu (ya, orangnya sama kok).

Dari sini, aku belajar. Bahwa apa yang kulakukan bisa jadi pembelajaran bagi orang lain. Dan aku belajar juga darinya. Aku memahami lagi diriku sendiri. Loh jauh juga dari bahasan gunjingan tetangga ini. Setelah selesai, aku merasa ada beban baru yang ku sandang, dan harusnya aku beruntung karena bisa beristirahat serta tak perlu pusing lagi dengan urusan tugas akhir.

Kala itu, aku bisa memanfaatkan waktu luang untuk bisa magang. Aku pernah bercerita juga tentang tempat magangku ini. Kemudian, aku juga bisa berbagi pada teman-teman lain, ngga cuma temanku yang sepantaran, tapi juga teman-teman pasca sarjana. Aku juga pernah menceritakan hal ini.

Dan apa yang ku ambil dari gunjingan tetangga? Ya, aku belajar buat menjadi lebih kuat, tanpa perlu melakukan drama didepan mereka. Lumayan berhasil yang kurasakan kala itu.

Jadi, pesanku untukmu yang ada di posisi ini, terima saja karena omongan mereka nggak berdasarkan apa yang kita sebenarnya rasakan, biarkan waktu yang menjelaskannya. Jika butuh bantuan, segera hubungi pihak profesional.

Oh iya, sebenarnya ya, di sini banyak dramanya sampai menjelang lulus. Singkatnya, ya ada perjuangan yang ceritanya ku simpan. Lumayan bisa jadi modal buat gunjingan tetangga, haha.

Tapi, andai cerita ini disimpan sendiri, sayang nggak bisa bermanfaat juga buat orang lain yang berada kondisi yang sama. Iya, segala keanehan ini udah tercatat baik dalam catatan tugas akhir, yang aku presentasikan di kelas adik tingkatku.

Bagian dua: Lagu Coco

Sebelum aku menulis ini, aku pernah beberapa kali menceritakan apa yang aku lakukan pada adik tingkatku, dan siapapun yang sedang menjalani ritual sebagai mahasiswa tingkat akhir. Tapi, jika ku kembali mengingat, nampaknya lagu Coco itu berhasil menjelma dalam hidupku kala itu. Ya, aku diingat! Oh senang rasanya.

Saat aku berjalan, aku tak hanya dikenal sebagai namaku saja. Tapi juga image Mickey Mouse melekat erat padaku. Sampai aku menulis ini, sudah strata dua pun, Mickey Mouse tidak terlepas dariku. Sedekat itu.

Yang membuatku senangnya lagi, aku bisa mendapatkan koleksi Mickey Mouse dari orang-orang terdekatku. Kamarku penuh dengan Tikus. Bahkan waktu dosenku ke luar negeri, ia tak lupa memberikan bingkisan Mickey Mouse untukku.

Yang menariknya lagi, aku menulis Mickey bertepatan dengan ulang tahunnya ke-90. Ada beberapa acara yang aku ikuti, mulai dari lomba foto sampai dengan festival di Bundaran HI. Iya, mirip dengan arak-arakan yang ada di Disneyland. Sungguh membekas ya.

Bahkan, sampai harinya sidang, aku memutarkan video Mickey Mouse yang melakukan perjalanan keliling dunia. Mungkin hanya ada orang aneh sepertiku yang melakukan ini. Entahlah harus berbangga atau sebaliknya.

Iya, dulu seingin itu diingat, sekarang aku berjuang buat re-branding lagi. Huhuhu, kayanya aku senasib banget ya sama Mickey Mouse.

Wow, se-terkenal apa sih Mickey Mouse sampai-sampai dia menjelma jadi anak U********* (nama kampus)?

Oh, terima kasih pada inspirasiku, Remember Me, OST. Coco.

Bagian ketiga: Menjadi Brand Ambasaddor dan Melampauinya!

Ini aneh, namun sayangnya belum kesampaian. Iya, cita-citaku tentang buat diupload di jurnal internasional dan dipanggil oleh Disney. Namun, makalah yang kubuat itu bisa menembus konferensi internasional dan bisa memenangkan kompetisi foto, cukup bisa menjadi subtitusinya ya. Yang sekarang aku pikirkan adalah bagaimana caranya menjadi Sandra Dewi ya? Haha. Hal itu karena ia adalah brand ambassadornya Disney Indonesia.

Tapi, tak apa, mungkin nanti, nanti, nanti aku yang akan jadi brand ambasadornya ya.

Nah, aku belum cerita kronologi awalnya, emangnya kenapa sih suka banget sama Mickey Mouse sih?

Menurut tulisanku pada kompetisi foto yang diadakan oleh Detikcom, aku mengenal Mickey Mouse sedari dini. Ya sebelum menjadi bucinnya om Tyo Nugros. Simpelnya, aku diberikan tontonan, mainan, dan semuanya tentang Disney. Sampai akhirnya, aku memahami model bisnisnya dari Walt Disney Company coba. Nah, model bisnis yang menguasai dunia ini coba aku jabarkan dalam tugas akhirku itu.

Tapi, namanya suka. Rasanya sulit buat bilang kenapa aku bisa suka. Oke, mungkin Mickey Mouse itu lucu dan terkenal. Udah aku ngga punya alasan lagi buat menjelaskannya. Hal itu yang akhirnya membuat fotoku mendapatkan hadiah berupa pernak-pernik premium, padahal aku maunya ke Hong Kong. PLIS BAWA GUE KE DISNEYLAND!

Terus, ya aku ikutin lagi festival perayaan ulang tahunnya di Jakarta. Ketemu pula sama temen sekantorku. Duh aku malu deh, beneran.

Kemudian, waktu diumumkan lulus pun. Ucapan selamat yang mengalir untuk Mickey Mouse, bukan Alya. “Selamat ya Mickey Mouse, S.Sos.” Bahkan aku pun lupa mengabadikan momen foto sendiri, karena aku tahu yang lulus adalah Mickey Mouse.

Well, Mickey, you did it!

Oke, kembali ke kampus kesekian kalinya. Aku pun saat wisuda dikasih selempang yang bertuliskan “Sarjana Mickey Mouse.” Dan ada pula bucket Mickey Mouse. Pokonya balik-balik isinya Mickey Mouse serumah. Udah valid jadi brand ambasadornya Disney? Haha.

Oke, kayanya belum pas kalo ngga cantumin apa sih yang aku tulis tentang Mickey Mouse ya di sini: bit.ly/MickeyMouseGVC

Baik, aku latihan dulu sebelum jadi brand ambasador. Intinya banget, aku membuat studi mengenai kunci kesuksesan (baca: kekayaan) dari perusahaan global bisa bertahan karena adanya peranan rantai nilai global. Nilai yang digunakan di sini adalah Mickey Mouse itu. Dan, nilai inilah yang disukai oleh banyak orang. Alhasil, perusahaan nantinya bisa kaya karena rantai nilai ini. Kekayaan ini bisa berlangsung lama. Gitu ya, semoga Disney-nya bisa mengaksesnya.

Nah, begitulah kira kira bagian dari ceritaku dan Mickey Mouse yang menjadi aktor utama juga dalam penentuan kelulusan itu. Kalau boleh dirangkum, apa aja sih intinya?

  • Tentang caraku menulis jurnal ilmiah, yang ternyata nggak sesimpel itu. Mulai dari bikin ide sampai diupload ya. Butuh waktu berbulan-bulan. If you are interested to discuss about it, feel free to ask me.
  • Tentang segala proses behind the scene yang ternyata panjang juga dijabarin dalam keputusan yang diambil oleh seseorang. Ya, ini kisahku, dan nampaknya orang lain juga begitu. Percayalah, di balik berhasilnya sesuatu, pasti seimbang dengan kisah sedihnya juga. Udah rumusan hukum alam itu.
  • Terakhir, yang belum aku ceritain, adalah apa yang dikerjakan dengan hati, pasti akan berlabuh ke hati juga. Meskipun sekuat apapun dijatuhkan, demi tujuan baik atau tidak, akhirnya bakal terkenang juga. Oh iya, andai ada impian yang belum terkabul, pasti akan diganti dengan yang lebih baik lagi. Kalau aku bisa, pasti yang juga bisa!

Oh iya bahkan aku lupa berterima kasih pada tikus kesayangan, Mickey Mouse karena dia membantuku dalam menuntaskan studi.

Ya, fenomenal itu Mickey Mouse sampai membuat orang susah lupa.

Thank you, Legend

Catatan: cerita ini aku rasa telah diputar berulang kali dalam bentuk verbal. Kali ini, 2020 versi tulisannya berhasil dibuat. Semoga bermanfaat ya!

--

--

Syora Alya Eka Putri
Syora Alya Eka Putri

Written by Syora Alya Eka Putri

just a typical reader and longlife learner

No responses yet